Rabu, 17 Juni 2015

Bertemu pandji di Workshop Indipreneur


13 Mei 2015 ketika jarum jam menunjukkan pukul 5.30 sore, saya masih setia duduk di depan laptop kesayangan .  Biasanya saya akan langsung turun dan absen lalu berjibaku dengan kemacetan menuju rumah. Namun kali ini saya rela untuk menunggu demi Worskshop Indipreneur dan semua berawal dari twit ini.







Sebetulnya saya bukanlah penggemar fanatik seorang pandji. Saya seorang yang menyukai gagasan-gagasan yang dikemukakan oleh Pandji. Saya merasa suara saya diwakilkan oleh seorang Pandji. Saya menyukai isi buku Nasionalisme  dan memutuskan untuk menerima ajakan seorang teman untuk menikmati konser Indonesia: di Museum Nasional. Sejak itu saya jatuh cinta dengan lirik-lirik lagu pada album merdesa dan 32, serta berbagai merchandise bertuliskan Indonesia:.

Keputusan untuk datang pada workshop indipreneur edisi “membuat proposal” saya lakukan pada menit-menit terakhir. Meskipun niatan menghadiri workshop sudah ada sejak lama namun saya ragu untuk datang karena lupa untuk melakukan pendaftaran sehingga pasrah saja. Namun membaca twit diatas, saya langsung memutuskan untuk datang. Lagipula lokasinya di Comma Id, selain dekat dari kantor, saya pun sudah beberapa kali ke sana untuk menghadiri berbagai undangan.

Jam 7.15 ojek yang saya tumpangi merapat ke gedung One Walter Place, saya lantas segera menuju lantai 3. Tiba diruangan, saya melihat sudah banyak orang yang datang dan nampaknya kursi-kursi pada deretan depan pun sudah terisi penuh. Saya menghampiri meja registrasi dan diterima oleh Mbak Ittoh yang sibuk mencari nama saya. Sambil pasang senyum termanis saya pun mengatakan bahwa saya peserta baru yang belum terdaftar.  Sebelum serius menyimak materi yang disajikan, saya masih sempat membuat postingan twitter mengenai kehadiran saya di workshop kepada teman saya Indra. Iya ini maksudnya twit dalam rangka pamer. Kebetulan kami berteman baik dan sama-sama mengagumi Pandji, hanya saja Indra berdomisili di Surabaya dan saya di Jakarta. Anggap saja ini sebagai twit balasan atas twit pamer Indra yang mengabarkan bahwa ia akan main bola bareng saat Pandji bertandang ke Surabaya.





Benar saja twit pamer saya pun dibalas oleh Indra.



Pandji membuka acara tepat pada pukul 07.30 dan selesai tepat pada pukul 09.30, benar-benar sangat tepat waktu.  Sebetulnya saya datang tanpa ekpetasi apa-apa, hanya ingin datang dan belajar bagaimana membuat proposal yang baik. Tapi ternyata workshop berjalan lancar, Saya tidak menyesal pernah datang. Anggap saja sedang kuliah dengan dosen yang cara mengajarnya ala stand up comedy. Materi disamapaikan dengan sangat baik, padat dan jelas. Saya dapat menangkap dengan tepat apa yang dibicarakan dalam workshop dan materinya dengan mudah dapat diduplikasi.

Pandji membuka workshop dengan memberikan beberapa peraturan. Pada dasarnya kami diperbolehkan melakukan apapun termasuk tidur, selama tidak mengganggu peserta lain. Slide pertama yang ditanyangkan berisi sebuah kalimat dari Kill The DJ yaitu "Proposal yang baik adalah hasil kerja nyata". Intinya Pandji menyampaikan jangan pernah minta uang/sponsor jika kita tidak punya bukti bahwa kita pernah dan bisa melakukan.

Pada workshop tersebut Pandji memberikan pula beberapa kiat membuat proposal sampai bangaimana mengajukan proposal. Misalnya, jangan pernah bawa proposal yang general tetapi buatlah proposal seakan-akan hanya untuk brand yang kita tuju saja. Hal yang paling bikin saya senang adalah Pandji memberikan tips penulisan proposal halaman per halaman. Misalnya, jumlah slide biasanya ada 10 halaman dengan halaman pertama adalah halaman judul, lalu halaman kedua berisi keterangan siapa kita dan begitu selanjutnya. (Sengaja tidak saya ceritakan lengkap, kalau mau lengkap ya ikut workshopnya dong). Selain memberikan banyak informasi, Pandji juga memberikan kesempatan tanya jawab bagi peserta yang hadir. Pandji benar-benar menyimak setiap pertanyaan yang diajukan serta memberikan jawaban yang sekiranya dapat dicerna dengan mudah oleh peserta. Bahkan Pandji masih memberikan waktu untuk peserta yang ingin bertanya walau workshop sudah selesai.

Kesimpulannya saya benar-benar puas malam itu ditambah lagi saya sempat berfoto bersama dengan Pandji yang tidak lupa saya langsung posting di twitter. 


Buat saya pertemuan  dengan pandji malam itu benar-benar membawa berkah. Banyak orang yang cerdas atau kreatif namun tidak banyak orang yang mau berbagi dan Pandji adalah satu dari sedikit orang itu. Satu hal yang mungkin saya sesali adalah saya hanya mengikuti 3 dari 5 kelas dalam Workshop Indipreneur. Padahal workshop ini membantu sekali buat kita yang ingin berkarya dan hidup dari karya kita, dan satu sama lainnya saling berkaitan. Saya tidak berhasil mengikuti kelas pertama dan terakhir plus launching buku Indipreneur karena satu dan lain hal. 

Saya tidak perlu lagi menunggu untuk dibuatkan proposal atas ide-ide bersama untuk Traveller Kaskus (komunitas pejalan diaman saya bergabung). Dulu biasanya saya akan menulis proposal panjang lebar dan akan dibuatkan versi power point yang menjual oleh seorang teman. Kini saya bisa langsung mempraktekkan segala trik yang diajarkan malam itu untuk kegiatan traveller kaskus bertajuk “traveller berbagi”.  Hasilnya cukup memuaskan. Selain pujian dari teman-teman, kami mendapatkan sponsor dari proposal ini dan kini kami sedang mempersiapkan kegiatan tersebut.
Selain itu, saya pun berhasil membuat Indra iri. Namun saya sempat membuat rangkuman materi malam itu dan saya berikan kepada beberapa teman termasuk Indra. Kami pun berencana menonton pertunjukkan hip hop Pandji di Jogja atau Surabaya…..





Jumat, 09 Januari 2015

Road trip Jogja-Lasem



Lebih dari setahun yang lalu saya dan beberapa teman yang berdomisili diJogja melakukan roadtrip ke beberapa kota. Tujuannya untuk "meet the people", yak bertemu dengan orang-orang yang telah banyak berbuat demi kecintaan mereka terhadap pusaka. Jangan anggap pusaka disini adalah keris dan sebagainya. Pusaka merupakan kata yang dipakai oleh sebagian besar pelaku pelestarian sebagai pengganti kata "heritage", dimana termasuk didalamnya Pusaka alam, pusaka budaya (ragawi dan tak ragawi), serta pusaka saujana (sejauh mata memandang,gabungan antara pusaka alam dan pusaka budaya).

Persinggahan kami pertama adalah Kabupaten Magelang. Disana kami disambut hangat oleh pak Jack dan mas Hatta, dua punggawa Mbudur (sebutan saya untuk Candi Borobudur), yang sudah banyak berbuat untuk masyarakat sekitarnya. Pak Jack adalah pemilik hotel Lotus yang terkenal seantero dunia (sudah menjadi rekomendasi di lonley planet), dan Mas Hatta adalah guide keren yang paling dicari di candi Borobudur. Mereka memulai aksinya atas dasar keprihatinan terhadap kondisi saat itu, dan kesadaran bahwa pusaka Adiluhung Borobudur yang dapat mendatangkan ribuan orang sudah seharusnya dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar.

Saat itu pak Jack bercerita bahwa beliau baru saja mengajak ibu-ibu untuk melihat candi guna mencari inspirasi untuk motif batik mereka. Yup, pak Jack ini adalah orang yang berada dibalik pemakaian batik bagi pengunjung candi Borobudur. Ia yang mempunyai ide tersebut dan mengusulkannya. Gayung bersambut, pihak pengelola setuju dan menerapkannya, sayang batik yang digunakan untuk memasuki candi ternyata adalah bukan batik, namun kain dengan motif batik atau dikenal dengan istilah printingan. Namun perjuangan pak Jack tidak patah arang, ia mengajak ibu-ibu di sekitar Candi untuk belajar membatik baik tulis maupun cap, membuka tempat pelatihan dan showroom, bahkan mendatangkan ahli untuk mengajarkan pembuatan motif batik dan pewarnaan alami. Kesabaran berbuah manis, pelan-pelan pengelola Candi mengganti kain batik printingan dengan batik cap hasil produksi para ibu-ibu sekitar Candi.

Lain lagi dengan mas Hatta, ia menggagas peta hijau Borubudur. Peta pertamanya justru mengenai apa saja yang ada didalam kawasan taman candi. Menurutnya banyak orang yang berdomisili disekitar candi justru belum pernah masuk kedalam kawasan candi. Diharapkan peta tersebut dapat dijadikan informasi bagi mereka. Selain itu mas Hatta juga terlibat memimpin jalannya pembersihan Candi saat tetjadi erupsi Merapi tahun 2010 lalu. Saat kami bersua, mas Hatta baru saja pulang dari dusun Maitan, ia sedang membantu masyarakat disana untuk menjadikan lingkungan mereka sebagai desa wisata. Masyarakat disana bisa dibilang jauh dari kata sederhana, namun mas Hatta menggagas sebuah koprasi untuk membeli berbagai perlengkapan demi kelayakan rumah mereka untuk menjadi homestay. Perlengkapan semisal kasur dll nya akan disimpan di koprasi dan akan digunakan oleh siapa saja warga disana yang kedatangan tamu. Hebat bukan????

Puas berbincang dengan pak Jack dan mas Hatta, kami melanjutkan perjalanan ke Kota Magelang, disana seorang teman baik kami sudah menunggu. Adalah mas Bagus, pria sederhana dengam kreatifitas yang luar biasa serta kecintaan terhadap heritage yang besar membuatnya menginisiasi pembentukan komunitas kota tua magelang. Ia bangga sekali atas potensi kekayaan heritage di kota Magelang yang sebetulnya bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan. Setiap bulannya ia rutin menggelat berbagai kegiatan bersama komunitasnya semisal jelajah, diskusi dll dengan tema yang tidak pernah sama. Ia rela melakukan survey dan mencari data serta informasi yang akurat untuk dibagikan pada saat penjelajahan. Buatnya mengajak anak muda berwisata dengan format jelajah adalah salah satu cara yang ditempuh untuk membuat mereka mengenal dan mencintai kotanya dan heritage didalamnya lebih baik lagi. Hebatnya, sejauh yang saya tahu, mas Bagus melakukannya dengan tulus dan jauh dari kata provit.

Kota tujuan kami selanjutnya sebetulnya adalah Lasem, namun kami mampir sejenak ke Rembang untuk bertemu dengan mas Pop yang akan mengantarkan kami ke Lasem. Jangan pernah bertanya nama aslinya karena memang ia senangnya dipanggil Pop. Saya bertemu mas Pop pertama kali di Medan saat kami sama-sama menghadiri Indonesian Heritahe Gathering, dan sejak saat itu ia berjibaku dengan pengembangan wisata yang selaras dengan pelestarian pusaka di Lasem melalui Lasem Heritage society. Mimpinya dapat menjadikan Lasem sebagai kota pusaka dunia. Ia berusaha memperkenalkan lasem yang sebenarnya dikenal sebagai litle tiongkok nya Indonesia ke seantero negeri dengan menonjolkan kekayaan pusakanya. Ia mengajak para travelblogger untuk membuat ebook tentang lasem, membuat berbagai sosial media untuk mempromosikan lasem, menjadi pemandu bagi siapa saja yang ingin mengenal Lasem bahkan berjualan batik dari satu pameran ke pameran lain, dari satu acara ke acara lain, dari satu kota ke kota lain. Semua itu ia lakukan untuk mengenalkan keindahan batik pesisir milik Lasem dan berbagai sejarah dan cerita dibalikbya. Kabar terakhir yang saya dapat, saat ini ia sedang berusaha menyelamatkan bukit-bukit karst di Rembang dari pendirian sebuah pabrik. Bukit karst seperti umumnya adalah tempat tinggal manusia pada era prasejarah maka bukit karst Rembang pun menyimpan hal yang sama. Mas Pop sempat menemukan beberapa hal yang ia percaya sebagai tinggalan masa pra sejarah, dan melaporkan kepada inatansi terkait. Sayang belum sempat dilakukan penelitian dan penggalian lebih lanjut area tersebut justru akab dibikin pabrik.

Perjalanan kami memang berakhir di Lasem. Tapi banyak hal yang saya dapat dari perjalanan itu. Selain sehelai batik Lasem pemberian mas Pop, saya melihat semangat dan usaha yang pantang menyerah dari orang-orang yang saya temui.

Berbicara mengenai voluntourism, sudah pasti akan banyak teori, pendapat atau opini yang akan muncul, yang semuanya masih dapat didiskusikan apalagi diperdebatkan. Namun yang saya yakini adalah bahwa apa yang telah dilakukan oleh teman-teman saya ini adalah bagian dari voluntourism. Saya sependapat jika voluntourism merupakan solusi yang tepat untuk pariwisata yang berkelanjutkan, dan itu bisa kita mulai dengan menjadikannya gaya berjalan kita, mulai dari diri sendiri dan mulai dari hal yang kecil. Apa yang dilakukan teman-teman yang saya ceritakan diatas pun juga dimulai dengan sebuah langkah kecil. Mari mulai melakukan riset kecil kecilan terhadap lokasi yang akan kita tuju. Bukan hanya sekedar destinasi atau kulinernya saja namun juga apa yang sekiranya dapat kita lakukan untuk vokuntourism disana. Sebagai awalan selipkan saja satu kegiatan kecil yang bermanfaat diantara itinetary yang kita buat. Atau jika memang tidak memungkinkan maka bekali diri kita dengan berbagai informasi yang cukup (contohnya membaca dan mencari bagaimana sikap yang baik memasuki kawasan Taman Nasional jika memang kita berniat kesana) sehingga pada saat melakukan perjalanan setidaknya kita tidak melakukan hal-hal yang berdampak negatif terhadap lokasi yang dikunjungi.

Akhir perjalanan ini justru mendatangkan pertanyaan besar untuk saya sendiri. Jika saya mempunyai teman-teman yang sebegitu hebatnya melakukan voluntourism, langkah kecil seperti apa yang akan saya lakukan untuk voluntourism??